• Musim Ini

    May 2024
    S M T W T F S
     1234
    567891011
    12131415161718
    19202122232425
    262728293031  
  • Pages

  • Tercatat

    • 1,658 klik
  • Mediator

cerita tanpa tertata..

Tetesan demi tetesan air mata jatuh membasahi wajahku….dan akhirnya mengalir deras tanpa dapat kuhentikan….tepat saat aku menggali kembali makna yang tersirat lugas dalam setiap kata yang tertoreh dalam blog ini…. blog yang tercipta untuk mencurahkan luapan batin dua insan yang bergelut dalam gejolak hidupnya masing-masing yang akhirnya bertemu dan saling mengikrarkan diri untuk menjadi bagian jiwa satu dengan lainnya….hampir satu tahun yang lalu….(memang belum lama … baru satu tahun saja…dan entah sampai berapa tahun lagi….walaupun yang menjadi keinginan kami adalah menghabiskan sisa hidup bersama sampai di penghujung usia….)

“mengapa tetesan ini begitu sulit untuk terbendung? ” (itu pertanyaan yang muncul dalam otakku) padahal aku berjuang keras menghentikannya, namun semua seolah mengalir begitu saja…berlari meninggalkan kedua kelenjar didalam mataku…yang tiada henti berlari membaca satu persatu kata yang tertuang pada 13 post di blog ini…

isi blog ini memunculkan kembali perasaan2 yang bercampur aduk di dalam otakku, juga ribuan kenangan yang berloncatan di ingatanku membuat perasaan ini menjadi tak terkendali…..

muncul sense kehilangan dan pilu yang tajam diawal penulisan blog ini karena kehilangan orang yang sangat dicintai (walaupun kepergiannya ke surga dan meninggalkanku mempertemukan aku dengan pria yang menyebutku “perempuan asing”….)

lalu muncul cinta antara “lelaki dan perempuan asing” ini, diikuti dengan rasa rindu, perselisihan,isak tangis, (yang kerapkali disebut banyak orang sebagai bumbu cinta(walopun aku seringkali bertanya benarkah begitu??))…. kerikil2 tajam, batu-batu besar dan juga jalan menanjak nan terjal….bahkan membuat langkah kami gontai, lemah dan tertatih… sometimes enggan untuk melangkah karena semua terasa terlalu berat untuk menyeret kaki kami masing2 untuk dapat terus melangkah….serta berdiri tegap dan tidak goyah…. seringkali merasa semua terlalu letih…

aku terhenyak ketika melihat blog ini (yang terakhir kali kubuka tahun lalu…thanks buat yang udah baca..apalagi ngasih comment…karena aku memang enggan membacanya…membuat hatiku pilu dan tersayat mengingat kenangan yang ada bersama “sang pribadi sederhana”)…. saat kenangan itu kembali ingin rasanya aku “skip” kisah hidupku yang itu..

saat ini aku memang bersama “sang pria asing” yang tidak kusangka bahwa kita akan berjalan bersama sejauh ini…. dengan disertai banyak sekali serpihan-serpihan keajaiban di setiap tapak yang kita lewati, walaupun disisi lain…terwarnai oleh kejatuhan…. kelemahan…..emosi….perbedaan….

hampir aku tak percaya kalau kami masih saling mengatakan “I LOVE YOU and DONT WANNA LET YOU GO because ONLY WANT YOU…NO MATTER WHAT…”

membuatku bertanya…ini kah cinta sejati…?????

Beberapa Pertanyaan tentang Cinta

jika cinta selayak bumi mengelilingi matahari,
maka ia berdua takkan pernah bertemu?
atau kehancuran yang terjadi?

tapi cinta menerbitkan siang malam
cinta menggulirkan gelap terang
cinta menumbuhkan musim-musim
dan cinta meniupkan kehidupan

apakah cinta bisa memilihkan antara keduanya?

apakah surga tercipta karena cinta?
cinta Sang Maharaja kepada hambaNya?
apakah bumi tercipta karena cinta?
cinta Adam kepada Hawa?

tapi neraka pun tercipta memungkiri surga
dan buah terlarang memungkiri cinta?
apakah perbedaan neraka dan surga dibatasi cinta?
lalu apakah perbedaan memungkiri cinta?

atau perbedaan melahirkan cinta?
cinta lelaki dan wanita?

jika jarak Yerusalem dan Mekkah adalah 765 mil
berapa jarak cinta antara keduanya?

apakah cinta antara dua pencinta adalah berjarak?

Pelepah-pelepah Pelangi

Seketika langit raya menarik selimut kelabunya. Menyamarkan paras dalam kegelisahan yang teramat pekat. Duka dalam dera bimbang meraja. Perih menyerang dari ujung benak sampai mata kaki. Kebimbangan yang membaur menjadi satu dengan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang terbang kesana kemari tanpa arah pasti. Berputar-putar mengelilingi bumi.

Lalu Sang Angkasa menangis sejadi-jadinya. Meruahkan beban menjulang lewat sudut-sudut matanya. Prahara tercipta. Anak-anak panah perak ia hempaskan ke muka jagat raya. Hujan badai taufan halilintar. Murka seangkuh-angkuhnya. Bumi porak-poranda. Bahasa naif yang terpendam lama tercurah. Berharap kekacauan yang ada tunjukkan arah.

Perlahan prahara mereda. Badai menghentikan amarahnya. Cukup sudah kebimbangan resah. Melagukan satu tembang dengan nada terserah.

Dan tercipta pelangi. Dengan pelepah-pelepahnya yang berwarna-warni. Mejikuhibiniu yang kiaskan arti. Bahwa beda bukan berarti tersekat mantera. Tegaskan dinding baja yang tebalnya selayak dogma. Bahwa pelangi hadir dalam beda yang nyata. Di batas pandang cakrawala, tempat langit dan bumi bertemu untuk bercerita. Tentang nada-nada yang tak sama. Tapi indah untuk didendangkan dalam suka dan duka.

Pelepah-pelepah pelangi ilhamkan pengertian pada semesta ini. Semestinya tak terjadi pertikaian lagi.

Dan entahlah…Kiranya Sang Langit masih mencoba untuk mengerti…

Aku Merasakan Cinta

Aku merasakan itu…

Aku merasakan cinta ketika ia mengatakan “ka-ge-en…”. Aku merasakan cinta ketika ia mengatakan “tar kita ketemu jam 7 aja biar seru…”. Aku merasakan cinta ketika ia mengatakan “i’ll pick you up…”. Aku merasakan cinta ketika ia mengatakan “gak papa, biar ngerasain, kan belom pernah…” ketika ia baru pertama kali merasakan gencet-gencetan sewaktu kita ngantri nonton konser.

Aku merasakan cinta ketika ia meraih tanganku dengan senyuman terlukis di bibirnya, juga sketsa bulan sabit di matanya. Aku merasakan cinta ketika ia bilang “semua ada waktunya”. Aku merasakan cinta ketika ia mengirimkan sms “telp aq skr penting bgt!”.

Aku merasakan cinta ketika aku melihat cahaya di balik pintu dengan sebuah suara ketukan. Aku merasakan cinta demi melihat senyumnya berdiri di balik pintu ditemani seorang sahabatnya, membawa sebuah kue ulang tahun berhias cokelat berbentuk gitar di atasnya, dengan dua lilin menyala membentuk bilangan usiaku saat itu. Aku merasakan cinta ketika ia berucap dengan tulusnya, “happy birthday, ca!”

Aku merasakan cinta malam itu…

Cinta sebenar-benarnya cinta, yang baru saat ini aku merasakannya. Cinta dari seorang perempuan yang mana aku juga mencintainya, segenap hatiku…sepenuh jiwaku…

Thanks, God…You sent your angel for me

Thanks, Dear…this is my happiest birthday ever…

I LOVE YOU…

Cepu, 21 Juni 2008

perjalanan kemarin menamparku…
menyentak pikirku, memaksa search engine di dalamnya memuat lagi pengertian tentang Cinta.
Yang kupendam jauh2 selama ini…
dan taukah kutemukan di mana?
Recycle Bin…

Aku malu pada kalian berdua…
malu pada diriku sendiri…
malu pada nada2 yang kurangkai…

tapi sedikit lega…
sebab aku masih sanggup untuk bisa memperjuangkannya lagi…

Name

And even though the moment’s passed me by
I still cant turn away
I saw the dreams you never thought you’d lose
Tossed along the way
Letters that you never meant to send
Lost and thrown away

And now we are grown up orphans that never knew their names
We dont belong to no one thats a shame
You could hide beside me
Maybe for a while
And I won’t tell no one your name..
And I won’t tell your name

Scars are souvenirs you’ll never lose
Past is never far
Did you lose yourself somewhere out there?
Did you get to be a star?
Don’t it make you sad to know that life
Is more than who we are?

We grew up way too fast
Now there’s nothing to believe
And re-runs all become our history
A tired song keeps playin on a tired radio
And I won’t tell no one your name…
And I won’t tell your name
I won’t tell your name…I won’t tell your name

I think about you all the time
I don’t need the same…
It’s lonely where you are, come back down
And I won’t tell your name

(john rzeznik)

Aku dan ‘Aku’

Di bawah temaram sinar bulan sabit, aku pun semakin menyadari bahwa aku kehilanganmu…
Di bawah jendelamu aku berdiri. Berharap engkau mau ‘tuk membukanya. Atau setidaknya mendengarkanmu menyanyikan lagu untukmu… (the rain)

Lagu itu samar menemaniku menulis posting ini. Entah kenapa beberapa minggu ini aku jadi cengeng. Bahkan hal paling memalukan sekalipun terjadi; aku menangis di depan dia, perempuan asing ini. Aku yang biasanya angkuh terhadap hal apa pun, bisa jadi banci seperti itu. Aku tak tahu kenapa bisa jadi seperti ini. Sisi lain diriku yang biasa kuajak berdialog pun tak menemukan jawabannya.

Ya. Aku memang sering berdialog. Dialog antara aku dan ‘aku’, begitu ‘kami’ menamainya. Apa saja selalu ‘kami’ bahas berdua. Kalian boleh menganggap aku gila, tapi itu kenyataannya, dan aku tak peduli. Dan kali ini pun ‘aku’ yang biasanya menenangkan diriku saat aku di luar kendali, malah jadi ikut menangis demi mendengar ceritaku. Biasanya ‘aku’ menamparku ketika aku menangis. Begitu pula sebaliknya. Aku menendang’ku’ sampai ‘aku’ jatuh terguling-guling, lau mengolok-olok ‘aku’ dan mengatai dengan omongan yang tak pantas.

“Hei! ngapain kamu nangis? dasar bencong! pengecut!”
begitulah sampai akhirnya aku bisa mengeringkan mataku karena terbakar makian’ku’

Kali ini ‘kami’ sama-sama menyerah. Tak dapat saling menolong. Tak bisa ikut menyelesaikan permasalahan satu sama lain. Akhirnya aku mengingkari diriku sendiri. Aku sering mengeluh pada orang lain (orang yang kupercaya tentunya). Sifat introvert yang kusandang bertahun-tahun hangus begitu saja. Tak cuma itu, aku sekarang juga tak punya malu memuat apa-apa yang kurasakan di media maya ini.

Aku cuma berharap kali ini ‘aku’ bisa kembali lagi seperti semula. Hingga bisa menolongku bangun dari ketakberdayaanku ini. Aku rindu ‘aku’ memapahku ketika aku tak bisa berjalan karena jatuh dari tempat tinggi.
Sesaat setelah ‘aku’ menasehatiku, “jangan terbang tinggi-tinggi, nanti kalau jatuh sakit!”

(ds)

Menangis

Menangis adalah kata-kata pertama manusia yang diucapkan, ketika ia menyapa ibunya untuk pertama kali. Ketika ia sadar bahwa ia ada. Ketika oksigen bebas mulai menyeruak ke dalam rongga paru-parunya.
Menangis adalah bahasa baku (bisa juga disebut bahasa internasional) semua manusia di bumi ini. Menangis adalah ungkapan perasaan yang paling mudah untuk dilakukan. Sedih, bahagia, takut, gelisah, kuatir, dan semuanya.

Setiap manusia pasti menangis. Tak terbatas usia. Tak peduli jenis kelamin. Tak terkungkung status sosial dan jabatan. Semua menangis. Wajar. Lumrah. Kodrat. Sekalipun penelitian para ahli yang mengemukakan bahwa air mata diciptakan untuk membantu mata menghilangkan benda-benda asing yang masuk ke dalamnya. Atau apalah. Yang jelas Tuhan melengkapi manusia dengan air mata untuk menangis. Bersyukurlah kita yang sampai saat ini masih bisa menangis. Bayangkan jika tidak.

(ds)

Rima Tiga Asa

kelopak kenanga itu jatuh ke segara
terbawa entah kemana
menari-nari melewatkan masa
menanti-nanti paras muara

sesekali singgah menjenguk bibir tepi air
menyeru nafas lapangkan fikir
melepas pelepah-pelepah getir
seraya berharap jangan berakhir

aku tahu pengandaian ini semu
tapi sajakku berujar lain waktu
gradasi antara hitam, putih dan kelabu
gemakan kepastian aku dan dirimu

segala ini risalah… pencarian jiwa resah…
tentang rindu dan amarah… dinaung nyanyian kisah…

(ds)

[tak ber] tajuk

Maaf andai semua yang kutulis di sini tak berarti apa-apa. Aku memang bukan bermaksud untuk menghadirkan sesuatu makna pun. Aku hanya ingin menulis (mengetik dengan keyboard, lebih tepatnya). Tapi tetap berharap makna itu hadir…

Entah apa yang ada di pikiranku ketika itu, ketika aku mengajak seorang perempuan (asing bagi mataku, tapi tidak buat otakku) yang baru beberapa minggu ini kukenal dekat, untuk menciptakan sebuah media maya bertajuk konvensional “blog” ini. Aku bukan termasuk orang yang suka menulis, meskipun sudah terhitung dua buku tebal yang kupenuhi dengan guratan-guratan kegelisahanku selama kurang lebih dua tahun–dan aku menghentikan aktivitas itu sejak empat tahun lalu ketika aku mulai disibukkan dengan kuliah.

Ya, aku (kadang) suka memuntahkan apa yang ada di kepalaku dalam bentuk tulisan-tulisan sederhana. Kadang suka kurangkai kalimat-kalimat sederhana itu membentuk suatu sajak. Lalu bila sempat juga kumasuki suku-suku kata yang ada di dalamnya dengan nada. (jadi ingat lagu pertama yang kubuat dengan gitarku, dalam sepuluh menit–Billy, namanya–yang berjudul ‘Saat-saat Letihku’, lagu sederhana dengan feel agak sedikit groovy)

…bias asa… selaksa cerita mengisahkan lara… damai kurindu hadir mimpi indahku… tidur bumi terlelap hampa jiwaku… begitu bunyi bait pertama yang berhasil kugubah.

Kegelisahan-kegelisahan yang lama tak kuhiraukan dan cuma lewat menyisir sisi-sisi kepalaku menyisakan kerut di dahiku itu kini datang lagi. Kami seperti kawan lama yang bertahun-tahun tak bertemu, lalu kangen-kangenan berceloteh kesana-kemari tentang hal-hal yang dulu pernah kami alami bersama.

Seperti itu pula aku bertemu perempuan ini (tapi aku sedang tidak ingin menceritakan bagaimana kami bertemu). Aku seperti sudah kenal dia lama. Entah sifat sok tahu-ku atau benar adanya, aku yakin kami punya banyak pemikiran yang sama, hanya saja kami jarang membicarakannya. Dan aku semakin yakin ketika membaca buah benaknya ini. Ia memang suka bertutur. Dalam lisan (aku suka caranya bercerita) maupun dalam tulisan (aku suka diksi-nya).

PERINGATAN: SEGERA KLIK TANDA SILANG DI KANAN ATAS BROWSER JIKA SUDAH MULAI MUAK MEMBACA OMONG KOSONGKU INI

Hasratku menoreh prasasti datang lagi. Keinginan untuk meninggalkan jejak bahwa aku pernah hidup di bumi ini muncul lagi. Semangat untuk struggle melawan serba ketidakjelasan hidupku tersuluh lagi.

Lalu kuajak dia (perempuan asing itu) menulis blog kami berdua. Kami sepakat memberi judul blog ini ‘mediaLuna’ yang dalam bahasa Spanyol artinya ‘bulan sabit’. Bulan Sabit? Ya, bulan sabit. Begitulah aku mengandaikan bentuk mata perempuan itu ketika ia tersenyum, tertawa, atau sekadar menutupi sedihnya ketika aku mendapati bahwa aku menyakiti perasaannya.

dan tahukah engkau, duhai kekasihku?

bahwa adakalanya ‘selamat tinggal’ adalah kata-kata terindah…
meskipun berat untuk diucap, waktu ‘kan tetap pisahkan aku dan dirimu…

adakalanya butir air mata… adalah satu pesan yang tercipta…
bahwa segalanya beranjak reda…
nyata pun kelak bisikkan abadi yang semu…

bila esok datang menjemput langkah kita ‘tuk retaskan kisah…
kurelakan satu akhir… memelukku…

dan bila usai peranku… bertepilah semua anganku…
dan singgahmu adalah hari-hari terindah di hidupku…

Bukan, bukan aku ingin mengucapnya… aku hanya mencoba menguatkan diri atas kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Aku tak ingin jauh dari perempuan asing ini (kali ini aku lebih nyaman memakai kata ‘ini’, karena dia memang ada di sini–kuletakkan tanganku di atas dada kiri-ku). Dia yang menyematkan petuah padaku bahwa hidup adalah perjuangan…

dan dialah alasanku untuk tetap memperjuangkan hidup…

(ds)